"iya"

"kamu mau jadi pacarku?", ia mengucapkannya mantap-mantap, pandangannya lurus ke mataku. aku diam, bingung harus merespon bagaimana. ia pasti mengartikan kedekatan kita selama ini dengan salah. ah, tapi dia tinggi, tangannya besar dan orang jawa. bukannya itu tipeku sekarang?

alam bawah sadarku berteriak, mengataiku bodoh jika menolak. lagipula, ibu bilang wanita itu lebih baik dicintai daripada mencintai, bukan? dan lagi, aku yakin seiring waktu aku juga akan mencintainya, jadi kuberanikan diri menatap matanya.

"iya", aku mendengar kata itu dari mulutku. lirih, tapi cukup keras untuk membuatnya menatapku sumringah dan memberikan pelukan yang kelewat erat.

Comments

Popular posts from this blog

jealous?

Insecurity

i love you